Selamat datang diwww.fiqihislam-vicky.blogspot.com dapatkan berbagai macam ilmu fiqih disini
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday 20 May 2015

hukum jual beli saham menurut islam

Pada prinsipnya, Islam tidak melarang umatnya untuk mencari harta dari mana pun. Tapi, harta tersebut haruslah halal dan thoyib. Maksudnya, cara mendapatkannya halal, tapi barang yang didapat tidak halal, berarti tidak baik. Begitu pun sebaliknya. Jadi harus semuanya bagus, baik cara mendapatkannya maupun barangnya. Dalam hal jual beli hukumnya boleh dan halal. Tapi bagaimana dengan hukum jual beli saham? 

Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukum jual beli saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut.

Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,”Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i…Dalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut.” (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).


Tapi ada fukaha yang tetap mengharamkan hukum jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.

Aspek inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).

Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah.

Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar’i. Sangat fatal, bukan?

Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin. Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)


Dampak Positif dan Negatif Jual Beli Saham

Sebenarnya, transaksi saham di pasar memiliki dampak positif, disamping dampak negatifnya yang lebih banyak. Beberapa dampak positif dari jual beli saham adalah sebagai berikut:

  • Membuka pasar tetap yang memudahkan penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi.
  • Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik, perdagangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham.
  • Mempermudah penjualan saham dan menggunakan nilainya.
  • Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham dan barang-barang komoditi, melalui aktivitas permintaan dan penawaran.

Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan dari transaksi saham, terutama pada pasar sekunder jauh lebih besar seperti:
  • Transaksi berjangka dalam bursa saham ini sebagian besar bukan jual beli sebenarnya, yakni tidak adanya unsur serah terima sebagai syarat sah jual beli menurut hukum Islam.
  • Kebanyakan dari transaksi saham adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik berupa uang, saham, giro piutang dengan harapan akan dibeli di pasar sesungguhnya dan diserahkan pada saatnya nanti, tanpa mengambil uang pembayaran terlebih dahulu.
  • Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli kembali barang yang dibelinya sebelum dia terima. Hal ini juga terjadi pada orang kedua, ketiga atau berikutnya secara berulang. Peran penjual dan pembeli selain yang pertama dan terakhir, hanya untuk mendapatkan keuntungan semata secara spekulasi (membeli dengan harga murah dan mengharapkan harga naik kemudian menjualnya kembali).
  • Penodal besar mudah memonopoli saham di pasaran agar bisa menekan penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka miliki dengan harga murah, sehingga penjualan lain kesulitan.
  • Pasar saham memilki pengaruh merugikan yang sangat luas. Harga-harga pada pasar ini tidak bersandar pada mekanisme pasar yan benar, tetapi oleh banyak hal yang lekat dengan kecurangan, seperti dilakukan oleh pemerhati pasar, monopoli barang dagangan dan kertas saham, atau dengan menyebarkan berita bohong dan sejenisnya.

Hukum Jual Beli Saham
1. Alasan Jual Beli Saham Haram

Suatu transaksi dianggap sah dalam Islam kalau ada akad. Bila pembelian saham hanya terjadi transaksi sepihak tanpa adanya akad dengan penjual langsung atau perusahaan yang bersangkutan, maka transaksi itu batal. Hal ini dikaitkan dengan sepasang laki-laki dan wanita yang akan menikah. Perbedaannya hanyalah pada akad nikah.

Tanpa adanya ijab dan kabul, maka pernikahan itu tidak sah. Jadi kalau mau menanamkan modal, harus ada perundingan atau negosiasi dengan perusahaan yang bersangkutan. Hal inilah yang membuat jual beli saham yang ada di bursa saham menjadi haram walaupun jenis usahanya halal.

2. Alasan Jual Beli Saham Halal

Perusahaan yang menjual sahamnya di bursa saham terutama di bursa saham Islam, telah menyerahkan penjualan sahamnya kepada bursa saham. Dalam hal ini pihak bursa saham menjadi ‘perwakilan’ dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Dengan demikian, akad yang terjadi cukup dengan ‘perwakilan’ saja tidak harus berhubungan dengan perusahaan yang bersangkutan. Jadi, asalkan bidang usahanya halal, maka membeli sahamnya juga halal. Dengan kecanggihan teknologi, akad jual beli bisa dilakukan lebih sederhana dan cepat.

Hal ini pun merupakan ijtihad para ulama yang juga para pakar ekonomi kontemporer. Mengingat bahwa perkembangan zaman sudah sangat cepat, maka umat Islam pun harus berpacu, tapi dengan tidak mengabaikan tuntunan dan hukum Islam yang ada.


Sumber: http://www.anneahira.com/hukum-jual-beli-saham.htm

0 comments:

Post a Comment

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template